Selasa, 14 Februari 2012

KARAKTER AGRIBISNIS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA YANG BERBASIS INDUSTRI SEKALIGUS SEBAGAI PENJAGA KEDAULATAN NEGARA

          Perkebunan merupakan bagian dari usaha pertanian yang meliputi kebun dan pabrik yang bekerja sesuai dengan sistem yang baku sehingga akan membentuk suatu komunitas dan berinteraksi dengan lingkungan. Perkebunan memilki 2 ciri sistem proses produksi yaitu proses terbuka yang aset berharganya adalah lahan dan tanaman yang tolak keberhasilan produksinya dipengaruhi oleh iklim serta untuk mendapatkan produksi yang akan dicapai maksimal diperlukan waktu serta terdapat juga proses produksi tertutup pada umumnya merupakan hasil dari olahan industri hilir yang berbentuk produk yang dijual pada konsumen berupa bulk yang umunya penggunannya adalah pabrikan yang bersifat buyers market sehingga otomatis akan membentuk inelastis terhadap harga. Selain itu umumnya hasil produk masing-masing perkebunan umumnya adalah berbentuk komoditi ekspor. 
Industri perkebunan di Indonesia berbicara pada skala lahannya memiliki salah satu memilki areal yang luas dan terbesar dibanding industri di bidang pertanian dan kehutanan serta industri lainnya sehingga industri perkebunan di Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat menggiurkan bagi pelaku-pelaku industri pada sektor ini khususnya pada industri perkebunan kelapa sawit baik investor lokal dan asing maupun pemerintah.                                                     
Selain itu pada industri perkebunan harus selalu memihak terhadap kepentingan masyarakat banyak karena pada dasarnya sistem perkebunan memiliki sistem terbuka. Seluruh kegiatan perkebunan seharusnya harus selalu bersifat pada karya dan unskill serta sekuruh kegiatannya berfungsi sebagai pusat penggerak roda ekonomi pedesaan. Dalam keberadaannya, perkebunan juga harus selalu sebagai penyeimbang ekosistem yang ada seperti pengelolaan lahan dan limbah yang berbasisis lingkungan harus selalu diterapkan sehingga perkebunan saat ini selain industri yang harus selalu menghasilkan profit yang maksimal, selain itu juga harus selalu menerapkan aspek-aspek yang berbasisis lingkungan hidup. Dalam melakukan hal tadi semua maka harus selalu ada dukungan dari pemerintah sebagai penentu regulasi untuk segala kegiatan yang ada di industri ini. 
 Berbicara pada pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berbasis industri maka harus selalu ada penerapan sistem agribisnis di dalamnya yang merupakan aktifitas penentu kegiatan usaha berbasis industri yang harus akan selalu berkaitan satu sama lain sehingga akan membentuk satu kesatuan utuh yang selalu menerapkan proses produksi yang dilakukan dari hulu ke hilir sehingga akan diperoleh profil yang maksimal dari proses tersebut. Keberadaan sistem agribisnis perkebunan yang ada juga tidak jauh pada pengelolaan subsitem agribisnis yang ada seperti penyediaan input seperti sumber daya manusia, finansial dan sarana produksi tanaman seperti bibit, pupuk, herbisida dan lain sebagainya. Pada tahap sistem produksi selanjutnya adalah berupa pengelolaan aset terpenting pada industri perkebunan berupa lahan dan tanaman. Pada pengelolaan ini pada umumnya yang disebut proses produksi primer yang dilakukan di lapangan (on farm), dalam hal ini harus selalu bergantung pada sumber daya alam yang ada. 
Dari hasil proses produksi primer yang dilakukan maka akan terbentuk adanya proses pengolahan hasil dari proses on farm yang disebut proses off farm yang hasil dari pengolahan ini merupakan penentu kualitas produk hilir untuk dipasarkan. Pada pemasaran produk hilir ini maka orang-orang yang terlibat selalu berada pada sistem agribisnis yang ada dengan terus melihat berbagai karakter penggunan akhir produk yang selalu menuntut secara kompleks serta selalu berkembang pada setiap periode tertentu yang umumnya pasar yang ditimbulkan saat ini bersifat khas. Selain itu pada proses pemasaran produk hilir yang ada harus selalu perlu membangun sistem net working yang berkelanjutan dan market inteligent sehingga akan memudahkan pemasaran yang ada serta melihat perkembangan pangsa pasarnya dan proses pemasaran produk off farm ini juga sebagai penghasil profit usaha terbesar karena hasil produksi yang diperoleh berupa produk yang bernilai jual tinggi tetapi untuk menentukan keberhasilan penerapan sistem agribisnis beserta subsistem yang ada maka harus selalu disediakan berbagai unsur penunjang sebagai bentuk satu kesatuan dari subsistem agribisnis yang diterapkan seperti menciptaan sistem yang terintegrasi, melibatkan pemerintah dalam menerapkan regulasi yang ada, adanya lembaga penyediaan dana, lembaga pendidikan untuk sumber daya manusia serta perlu selalu riset mengenai inovasi teknologi bidang perkebunan. 
 Pada industri berbasis perkebunan kelapa sawit juga perlu adanya perubahan lingkungan perkebunan yang akan mengganggu, menguntungkan atau malah menciptakan tren pasar baru pada bisnis perkebunan kelapa sawit. Pada perubahan lingkungan bisnis indutri perkebunan kelapa sawit pada umumnya memilki ciri pada munculnya pemain baru pada bisnis perkebunan kelapa sawit seperti munculnya pelaku bisnis bidang perkebunan berbasis petani bebas yang memiliki lahan perkebunan sekaligus sebagai penanampung hasil produksi on farm dari pihak lain serta memiliki industri hilir skala rumahan atau munculnya pemain baru yang awalnya bersistem bisnis pada pengolahan produk hilir saja yang saat ini berubah memiliki bisnis perkebunan pada berbagai aspek bidang seperti penyediaan bibit tanaman sampai memiliki lahan sendiri dan lain sebagainya. Timbulnya perubahan-perubahan ini akibat banyaknya tuntutan pasar yang ada sehingga hal ini harus selalu menjadi tugas bersama dari seluruh stakeholder untuk menelaah lebih lanjut pada berbagai perspektif dari plus minus yang ditimbulkan dari munculnya pemain baru pada bisnis perkebunan kelapa sawit ini sehingga harus selalu adanya kegiatan market inteligent pada setiap bisnis perkebunan yang dijalankan. 
 Perubahan yang lain pada perkembangan perkebunan kelapa sawit yaitu munculnya gejolak-gejolak sosial yang timbul dari masyarakat disekitar perkebunan yang akan berpengaruh pada kegiatan dan profit bisnis yang akan dicapai. Umunya gejolak-gejolak sosial yang timbul pada bisnis perkebunan kelapa sawit ini adalah sistem kemitraan petani yang memiliki regulasi yang kurang menguntungkan kedua belah pihak yang kurang menerapkan sistem win win solution, sistem pengelolaan limbah dari hasil pengolahan bisnis perkebunan kelapa sawit yang kurang bersahabat dengan lingkungan ataupun banyak pencuriaan lahan serta sengketa lahan oleh masyarakat di sekitar perkebunan akibat merasa memiliki hak atas lahan yang digunakan. Untuk mengantisipasi adanya perubahan-perubahan yang terjadi maka perlu adanya peran serta perkebunan dan masyarakat dalam membangun komunikasi yang baik dan terintegeritas. Perkebunan kelapa sawit harus menerapkan prinsip bisnis perkebunan yaitu menyelamatkan lingkungan sekitar, mensejahterakan masyarakat dan terus selalu mendapatkan keuntungan yang maskimal. Selain itu pelaku bisnis perkebunan kelapa sawit yang berbasis industri harus selalu membuat investasi sosial untuk masyarakat sekitar perkebunan khususnya dan kemajuan bangsa pada umumnya yang harus selalu melibatkan berbagai stakeholder sosial yang ada seperti membangun komunikasi kepada ketua adat disekitar lingkungan perkebunan suatu daerah, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi, Ormas ataupun pemuka agama. Apabila penerapan prinsip bisnis perkebunan yang ada serta pembuatan sistem investasi sosial yang diterapkan sesuai pada hal yang dituju maka akan menciptakan citra bisnis perkebunan kelapa sawit yang baik sehingga akan memunculkan daya tarik investor yang semakin besar. 
 Perkebunan juga merupakan bisnis yang sangat menguntungkan dan memberi input besar terhadap perekonomian bangsa selain itu perkebunan juga dapat menjadi media penyelamat kedaulatan negara atau dapat juga mengancam kadaulatan negara. Perkebunan di Indonesia saat ini umumnya dikuasai oleh 3 badan usaha yaitu investor lokal yakni diwakili oleh Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN), pihak asing dan pemerintah yang berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam perkembangannya ternyata skala luasan penggunaan lahan perkebunan ternyata lebih banyak dialokasikan pada pihak swasta nasional dan investor asing. Menurut data Sawit Watch, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia sekitar 9 juta hektare, yang dikuasai petani sekitar 36 %, swasta nasional dan asing 43 %, dan sisanya 21 % milik Badan Usaha Milik Negara. Menurut data dari Lembaga Sawit Watch juga mencatat sekitar 70 % perkebunan sawit di Provinsi Kalimantan Barat milik investor dari negara asing khususnya Malaysia. Dari data yang dihimpun oleh Departemen Kampanye dan Pendidikan Publik Sawit Watch di Pontianak ini juga di cacat, investor Malaysia mulai masuk tahun 1999 – 2001. Investor asing ini dengan mudah membeli 23 kebun sawit seluas 256 ribu Ha di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi senilai Rp 3 triliun. Sebenarnya sungguh ironis kalau hal itu dibiarkan, karena negara lain yang akan lebih banyak menikmati hasil produksi CPO (Crude Palm Oil).  
Total produksi CPO Indonesia pertahun sebenarnya dapat mencapai 21,3 juta ton dengan dapat menampung tenaga kerja sekitar 5 juta orang dengan keuntungan negara sekitar 9,12 miliar dolar AS/tahun. Indonesia juga menguasai 80 % dari sekitar 50 juta ton produksi CPO dunia. Maka apabila pihak swasta nasional dan negara lebih diutamakan dapat mengelola perkebunan di Indonesia maka segala aspek keuntungan akan jatuh kepada negara sendiri dibanding berbagi hasil dengan negara lain yang sebenarnya merupakan pesaing pangsa pasar kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Apabila laju pertumbuhan besar-besaran perusahaan kelapa sawit milik asing ini terus berlanjut maka akan berdampak pada penjajahan ekonomi bangsa lewat penggunaan lahan yang ada dan pasar kelapa sawit di dunia yang dikuasai lebih banyak oleh pihak asing. Maka sebagai orang-orang yang akan dan sudah berkecimpung di dunia perkebunan khususnya kelapa sawit maka ini merupakan pekerjaan terbesar buat semua pihak untuk terus berbuat sesuatu dalam memajukan industri perkebunan negara kita sendiri khususnya pada bidang industri perkebunan kelapa sawit ini yang akan menghidarkan kita pada proses pencamplokan secara perlahan wilayah negara Indonesia yang beralasan pada pengembangan lahan industri perkebunan kelapa sawit yang menguntungkan pihak asing yang jelas-jelas lebih banyak merugikan dan mengganggu stabilitas nasional serta stabilitas kedaulatan negara.
Saat ini sebenarnya Indonesia telah membuat suatu gebrakan dengan membentuk badan sertifikasi untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang bernama Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Badan ini mempunyai beberapa aspek keuntungan bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesiayang salah satunya dapat meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar dunia yang didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga dengan hal ini akan lebih menyelamatkan pangsa pasar kelapa sawit di Indonesia untuk lebih berkembang luas dan memiliki daya saing tinggi. Sebelumnya ada sebuah badan sertifikasi yang berlaku untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang bernama Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Kehadiran badan sertifikasi ini sebenarnya baik secara keseluruhan tetapi pada perjalanannya selama ini sebenarnya lebih banyak merugikan keberadaan industri kelapa sawit di Indonesia khususnya pada pangsa pasar kelapa sawit Indonesia di dunia akan lebih terkekang dengan adanya isi-isi dari sertifikasi ini sebenarnya merupakan kegiatan Black Campaign yang terus beralasan tentang aspek-aspek Go Green. Badan ini sebenarnya timbul dari inisiatif beberapa negara-negara produsen produk minyak lainnya yang juga merupakan pendiri dari RSPO ini. Negara-negara yang mendirikan badan sertifikasi ini sebenarnya saingan produk minyak kelapa sawit yang sebenarnya malah banyak merugikan serta menyempitkan pangsa pasar kelapa sawit Indonesia di pasar dunia serta pengembangan lahan kelapa sawit di Indonesia lewat badan sertifikasi yang mereka buat. Sehingga langkah mengganti badan sertifikasi ISPO yang dibuat oleh bangsa sendiri ini merupakan awal yang tepat untuk menyelamatkan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia disamping langkah-langkah lainnya yang akan terus menyusul bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara produsen kelapa terbesar di dunia.
 Writed by :
Ilmal Bani Hasyim

TINGGINYA TINGKAT KASUS KECELAKAAN KERJA YANG MENIMPA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DAN PARA PEKERJA DI PELABUHAN TANJUNG PERAK, SURABAYA



A.    LATAR BELAKANG

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dibanyak perusahaan di Indonesia masih dilihat sebelah mata. Banyak perusahaan yang menganggap masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah masalah ringan yang tidak perlu fokus untuk menerapkan manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja secara khusus. Indonesia hingga saat ini masih memiliki tingkat keselamatan kerja yang ren­dah jika dibandingkan de­ngan negara-negara maju yang telah sadar betapa pen­ting regulasi dan peraturan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja ini untuk diterapkan. Kesadaran akan hal ini masih sangat rendah baik itu dimulai dari pekerja hingga perusahaan atau pemilik usaha. 
 Di Indonesia sangat jarang men­de­ngar hal-hal yang menuntut akan perbaikan prosedure tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Yang se­ring dengar adalah biasanya para bu­ruh atau karyawan atau pekerja selalu me­nuntut untuk perbaikan nilai gaji atau salary yang didapatkan. Kondisi ini menunjukan bahwa masyarakat cenderung mengabaikan tentang pen­ting­nya regulasi ini.. Hal ini tentunya tidak sebanding tingginya tingkat resiko kecelakaan yang dihadapi.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan salah satu jenis hak pekerja agar dapat bekerja dengan baik dengan tetap mengedepankan ke­se­la­ma­tan dalam bekerja. Mengingat begitu pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja se­harusnya ini tidak terpinggirkan oleh hak-hal strategis pekerja lainnya seperti nilai gaji yang layak, dan hak-hak lainnya. Yang terpenting adalah pekerja disini ada­lah objek dan sekaligus sebagai sub­jek dari regulai Kesehatan dan Keselamatan Kerja itu sendiri, sehingga ji­ka Kesehatan dan Keselamatan Kerja dilaksanakan dengan baik maka pe­kerja itu sendiri akan menerima effek positifnya dan begitu juga untuk ke­a­daan sebaliknya.
Penerapan dengan baik akan regulasi keselamatan dan kesehatan kerja bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi ju­ga tanggung jawab semua elemen yang terlibat di dalamnya seperti pihak pe­rusahaan atau wirausaha, pekerja, dan ma­syrakat secara keseluruhan. Banyak pe­ru­sahaan tidak menyediakan alat ke­se­­la­matan dan pengaman untuk pe­­ker­­­ja­nya. dan banyak pengusaha ju­ga mengabaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

B.    KASUS KECELAKAAN KERJA
       
Kasus kecelakaan kerja yang menimpa Anak Buah Kapal (ABK) dan para pekerja di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, tergolong tinggi. Rata-rata per hari, ABK maupun pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit PHC Surabaya bisa mencapai 5 - 10 orang. Para ABK dan pekerja di sekitar pelabuhan yang rawan mengalami kecelakaan kerja ini adalah pekerja kasar yang melakukan bongkar muat barang, peti kemas, mengangkut barang ke gudang, bekerja di terminal garasi truk, depo kontainer, dan pekerjaan berat lainnya. Setiap hari selalu ada saja ABK maupun para pekerja di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak yang mengalami kecelakaan kerja dan dibawa ke UGD Rumah Sakit PHC Surabaya. 
 Kasus kecelakaan kerja ini terjadi misalnya tangan patah karena tertimpa barang berat, kaki terlindas barang berat, jari terjepit dan lainnya. Rata-rata per hari bisa ada 5-10 orang yang mengalami kecelakaan seperti itu dan pada musim liburan panjang kecenderungannya malah naik. Tingginya kasus kecelakaan kerja yang menimpa para ABK dan para pekerja di Pelabuhan Tanjung Perak ini menunjukkan kalau perlindungan kerja bagi para pekerja kasar ini terbilang rendah. Meski, sebagian perusahaan sudah menerapkan sistem keselamatan kerja bagi karyawannya, namun sebagian besar masih belum memenuhi standar keselamatan kerja. 
C.    UPAYA YANG DILAKUKAN
Upaya yang kita lakukan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja dengan cara melakukan pembinaan terhadap pekerja dan perusahaan agar aturan keselamatan bisa benar-benar dilaksanakan dan dipatuhi dengan baik. Banyaknya perusahaan itu hanya ditangani oleh tujuh pengawas. Minimnya pengawas, tidak bisa dijadikan alasan karena dengan melakukan pembinaan kita pun membentuk panitia pembina keselamatan dan kesehatan pekerja yang terdiri atas pekerja dan perusahaan. Setiap pekerja yang telah mengalami kecelakaan bisa mendapatkan klaim asuransi dari instansi-instansi pemerinyah maupun swasta sebagai penjamin asuransi kejiwaan dengan syarat sebelumnya mendapatkan surat keterangan telah mengalami kecelakaan dari perusahaan tempatnya bekerja. Untuk itu setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya untuk asuransi kejiwaan karena itu merupakan hak para pekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.

Writed By :
Ilmal Bani Hasyim


PENGENDALIAN HAMA ULAT JENGKAL (Hyposindra talaca) PADA TANAMAN TEH DI KEBUN GUNUNG MAS PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, CISARUA-BOGOR, JAWA BARAT

            Hama adalah semua hewan atau organisme yang mengambil, memakan dan merusak secara langsung bagian tanaman. Hama merupakan permasalahan yang terbesar dalam setiap kegiatan budidaya tanaman. Konsep pengendalian hama erat kaitannya dengan manajemen krisis. Pengendalian hama memiliki sifat dan ciri yang khas pada setiap kegiatannya. Faktor lingkungan seperti iklim, kesehatan tanaman, dan pertumbuhan gulma sangat erat kaitannya dengan tingkat serangan hama.
Pada permasalahan hama merupakan salah satu permasalahan yang sampai saat ini menimpa Kebun Gunung Mas. Hama yang sering dijumpai pada tanaman teh di Kebun Gunung Mas salah satunya adalah serangan hama Ulat Jengkal (Hyposindra talaca). Ulat jengkal mempunyai pengaruh besar dalam penurunan produksi tanaman teh di Kebun Gunung Mas baik pada tanaman belum menghasilkan maupun tanaman menghasilkan.
Serangan hama ulat jengkal dapat terjadi sepanjang tahun. Serangan ini dapat meningkat jika kondisi lingkungan mendukung seperti pada musim kemarau. Kerugian yang ditimbulkan adalah berkurangnya produksi pucuk dan Pengendalian yang dapat dilakukan dengan cara sanitasi dan kimiawi.
Tingkat serangan sulit diukur dalam satu blok dan bisa mencapai 100% jika tidak dilakukan pengendalian yang intensif. Ulat Jengkal dewasa akan mengalami metamorfosa dan berubah menjadi kupu-kupu. Seekor kupu-kupu dapat menghasilkan telur dalam jumlah banyak dan setelah beberapa hari menetas menjadi ulat jengkal.
Ulat jengkal dapat menyerang tanaman teh pada daun muda, pucuk, dan daun tua. Daun tua yang terserang akan bergerigi (permukaannya tidak rata) atau berlubang. Pada serangan yang berat tanaman menjadi tidak berdaun sama sekali dan yang tertinggal hanya ranting saja. Serangan dapat terjadi di persemaian, tanaman yang baru dipangkas dan umumnya pada tanamn teh yang sudah produktif.
Masalah yang paling besar yang dihadapi oleh Kebun Gunung Mas adalah serangan hama Ulat Jengkal. Kebun Gunung Mas dapat dikatakan salah satu perkebunan di PT Perkebunan Nusantara VIII dengan tingkat serangan hama yang tinggi khususnya hama pada hama Ulat Jengkal dikarenakan letaknya pada dataran tinggi sedang yaitu berada pada ketinggian 800 – 1200 m diatas permukaan laut (dpl) dan lokasi kebun berada tidak jauh dari kota dan keramaian yang berpotensi mendatangkan banyak pengunjung sehingga dapat berpotensi mempercepat perkembangan hama oleh karena itu perkebunan ini sangat bermasalah dengan hama pada tanaman teh yang dibudidayakannya.    
Kebun Gunung Mas telah mengusahakan berbagai cara seperti dengan cara memberantas secara kuratif, dengan insektisida digunakan dosis 0,50 liter/Ha, dengan membersihkan serasah dan gulma di bawah perdu teh, mengambil dan memusnahkan kepompong yang terdapat di bawah perdu teh, memberikan pupuk yang berimbang, dan lain sebagainya. 
Untuk pengamatan hama yang dilakukan pada Kebun Gunung Mas dilakukan dengan cara pola zig-zag, mendatar, dan acak. Cara ini dilakukan dengan mengambil petak contoh areal yang teserang seluas 5 Ha. Selanjutnya dari 5 Ha diambil 5 petak contoh serangan hama dan penyakit kemudian dalam 5 petak contoh tersebut dilakukan pengambilan 5 pohon contoh yang terserang hama dan penyakit. Setelah didapatkan hasil analisa pengamatan serangan kemudian dideteksi ciri – ciri hama dan penyakit yang menyerang sehingga dapat disediakan obat pengendalian yang tepat. 
Pada pengendalian hama Ulat Jengkal di Kebun Gunung Mas yang khas adalah dengan sebuah pola pengendalian hama khususnya pada hama Ulat Jengkal yakni dengan cara pola pengendalian dari bawah menuju atas (Down to Up) yang didasarkan pada arah tiupan angin. 
Pada umumnya angin yang berasal dari dataran rendah membawa udara panas dan kering. Hal ini seringkali berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman teh. Angin mempengaruhi kelembaban udara serta terhadap penyebaran hama dan penyakit (Syamsulbahri, 1996). 
Pola pengendalian ini hama semacam ini dilakukan pada prioritas blok-blok yang terserang hama harus diutamakan pengendaliannya di areal sebelah bawah (Down) karena hama akan lebih dominan berada di areal sebelah bawah yang dipengaruhi oleh pergerakan angin yang terdapat pada dataran tinggi yang bertiup dari bawah menuju ke arah atas. Kemudian blok-blok yang pertama dilakukan pengendalian hama adalah blok di areal bagian bawah karena pada bagian ini dapat menyebarkan hama yang lebih cepat dibandingkan areal blog lainnya.
Selain itu beberapa sumber hama juga terdapat pada batang pohon pelindung tetap jenis Silver Oak yang di tanam di areal tanaman teh menghasilkan. Penanaman pohon pelindung jenis ini memiliki kelemahan karena pada batang pohon ini sering menjadi sarang bertelurnya kupu-kupu ulat jengkal sehingga keberadaannya sering diantisipasi.
Cara pengendalian ulat jengkal yang lain adalah dengan cara pembungkus batang pohon Silver Oak yang ada di areal pinggiran kebun yang berada dekat dengan jalan kebun karena mencegah persebaran kupu-kupu yang bertelur di batang pohon Silver Oak yang berada ke tanaman teh di bagian dalam lahan kebun. 
Pembungkusan batang pohon seperti ini dikatakan efektif mengurangi perkembangan kupu-kupu yang bertelur sampai 50-60 % sehingga akan menekan perkembangan fase hama ulat berikutnya (Sinder Afdeling Gunung Mas I, 2011).

Writed By :

                  Ilmal Bani Hasyim 

TEH INDONESIA SEBAGAI KOMODITI PERKEBUNAN YANG HARUS TETAP BERTAHAN ATAU TERGERUS AKIBAT PENURUNAN PANGSA PASAR....?

Teh sebenarnya merupakan komoditi perkebunan yang saat ini masih bertahan dan masih memiliki nilai jual tinggi di pasaran nasional maupun internasional yang masih dapat bersaing dengan beberapa komoditi perkebunan lainnya. Disamping itu dalam membudidayakan teh dalam skala besar dapat menguntungkan karena kegiatan budidaya teh yang diusahakan, perkebunan teh juga memiliki nilai jual tinggi yang lain yaitu pengembangan agrowisata perkebunan teh yang saat ini masih sangat diminati oleh wisatawan lokal maupun internasional. Dengan menghandalkan pemandangan yang indah di sekitar perkebunan teh dan melihat langsung kegiatan budidaya teh sampai pengolahan teh menjadi sebuah produk yang bernilai jual tinggi.     
 Tanaman teh merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan yang menjadi salah satu tanaman unggulan selain Kelapa Sawit, Karet, Tebu, Kopi dan Kakao. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman teh dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor luar maupun faktor dalam tanaman teh itu sendiri, antara lain jenis atau varietas tanaman. Sedangkan faktor luar adalah faktor lingkungan, antara lain iklim dan tanah, dan teknik budidaya yang dipakai. Selain secara ekonomis, manfaat dilihat dari pengembangan perkebunan teh melalui usaha-usaha yang telah mampu membuka peluang lapangan pekerjaan besar bagi tenaga kerja daerah. Sementara dilihat dari fungsi ekologi, sebagian besar komoditi perkebunan merupakan tanaman tahunan yang mampu bertahan pada lahan-lahan kering dan kemiringan yang relatif tinggi. Sehingga dapat berfungsi sebagai tanaman konservasi untuk menjaga lingkungan.               
  Produksi teh Indonesia baik teh hitam dan teh hijau rata-rata pertahun  mencapai tidak kurang atau 70 % dari produksi teh nasional dihasilkan oleh provinsi Jawa Barat. Akan lebih dari itu, nilai produksi teh sebenarnya juga masih berpotensi terus bertambah seiring perkembangan produk turunan teh yang semakin pesat, baik berupa minuman siap saji, serta berbagai produk lain yang berpotensi pada kesegaran, kesehatan, kecantikan dan kebugaran bagi yang mengkonsumsinya. Inilah yang menjadi faktor penting mengapa eksistensi teh Indonesia perlu terus dikembangkan khususnya dalam segi bisnis oleh seluruh stakeholder perkebunan teh sehingga ke depan dapat menjadi komoditas unggulan perkebunan Indonesia. Dengan parameter utama berupa peningkatan kontribusi sektor perkebunan terhadap pertumbuhan perekonomian. Hingga kini perkembangan kinerja teh Indonesia sebenarnya cukup memprihatinkan yang ditandai terjadinya penurunan areal, kenaikan biaya produksi, mutu teh rakyat yang masih rendah dan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), mesin dan peralatan serta harga teh ditingkat petani yang masih rendah akibat belum efisiensinya tata niaga teh. Teh milik petani, umumnya diakibatkan pada kondisi tanaman teh yang jkurang perawatan maksimal. Ditandai dengan kondisi tanaman yang kurang sehat, perdu-perdu banyak yang mati sehingga produktivitasnya sangat rendah rata-rata sekitar 930 kg per hektar per tahun dibandingkan dengan produksi yang dicapai kebun-kebun milik PTPN yang rata-rata sekitar 2.320 kg per hektar per tahun maupun perkebunan swasta yaitu 1.880 kg per hektar per tahun. Selain itu terjadi juga kerusakan pucuk teh rakyat yang terjadi selama pengangkutan, pada umumnya dapat mencapai 20 persen. Kerusakan pucuk ini akan mengakibatkan kualitas dan harga jualnya menjadi turun. Menurut data yang dihimpun, diperhitungkan kerugian dapat mencapai Rp 75 per kg pucuk basah dari harga Rp 450 per kg pucuk basah. Oleh sebeb itu permasalahan yang dihadapai usaha nasional perkebunan teh mencakup seluruh subsistem, mulai dari usaha tani sampai dengan pemasaran. Karenanya, berbagai upaya perbaikan harus dilakukan di setiap subsistem secara komprehensip dan terintegrasi menjadi sangat penting dalam pembangunan perkebunan teh di masa depan
Writed by :
Ilmal Bani Hasyim