Zaman berubah perilaku pun tak berubah-ubah.
Orang-orang pun berubah tapi tingkah laku tak berubah-ubah.
Wajah-wajah pun berubah tapi kok malah menjadi lebih susah.
Manusia memang berubah berubah.
Mahatma Gandhi yang dicari yang ada komedi.
Revolusi dinanti yang datang Azahari.
Lembaga-lembaga berdiri berselimut korupsi.
Wibawa dijadikan tameng sebagai alat pelindung diri.
Pendidikan pun menjadi anak tiri yang kesepian.
Agama sebagai topeng yang menjijikkan.
Kemiskinan merajalela yang kaya makin rakus saja.
Hukum dan kesehatan diperjual belikan.
Kesaksian menjadi korban tergusur
Oleh kepentingan terlalu ngawur.
Pemerintah keasyikan berpolitik ngawur.
Partai politik sibuk menuhankan uang juga semakin ngawur.
Ada rakyat yang kelaparan
Makanannnya hanya makan daun dan arang
Televisi pun selalu sibuk mencari iklan.
Sementara banyak yang tunggu giliran menyuarakan kebaikan.
Rakyat dan sang jelata menatap dengan mata kosong.
Dimanakah kita..?
Apa ditelan tsunami...?
Perspektif Ilmal
Senin, 14 Januari 2013
Senin, 12 November 2012
Opini Ku..!!!
MENINGKATKAN ISU POLITIK
LINGKUNGAN HIDUP MELALUI GAGASAN-GAGASAN UNTUK KEBIJAKAN STRATEGIS DALAM MEMBANGUN
PELESTARIAN SUMBER DAYA HAYATI LESTARI
Relevansi sumber daya
hayati untuk kesehatan manusia menjadi isu politik internasional, sebagai bukti
ilmiah dibangun di atas implikasi kesehatan dunia dalam peningkatan kehilangan sumber
daya hayati. Masalah ini terkait erat dengan isu perubahan iklim, karena
banyak resiko kesehatan mengantisipasi perubahan iklim berhubungan dengan
perubahan dalam keanekaragaman hayati, misalnya perubahan pada populasi dan
distribusi vektor penyakit, kelangkaan air bersih, dampak pada pertanian
keanekaragaman hayati dan sumber makanan dan lain-lain.
Dari
hal-hal tadi, maka piihak yang berperan besar dalam mendukung, mendorong dan membangun
sumber daya hayati yang lestari terletak pada pemangku kebijakan. Awal
pergerakan dalam pembuatan aturan-aturan dalam melaksanakan pelestarian sumber
daya hayati yang lestari tetap bertumpu pada aturan-aturan hukum yang dibuat
oleh pemerintah sehingga nantinya akan dibantu oleh seluruh elemen masyarakat
dalam melaksanakannya.
Dalam memaksimalkan
upaya konservasi sumber daya hayati yang lestari. Dapat ini dirumuskan dalam 5
strategi utama:
1.Memperlambat
kehilangan sumber daya alam.
Berupaya
dalam mencegah cepatnya laju kehilangan hutan primer, lahan basah, terumbu
karang, habitat perairan laut dan habitat terestrial lainnya yang mempunyai
kepentingan tinggi
ditinjau dari segi konservasi keanekaragaman hayati.
2.Meningkatkan kinerja
sistem data dan informasi
Memperbanyak
ketersediaan data dan informasi dengan mengusahakan agar keduanya
tersedia bagi
pembuat kebijakan dan masyarakat luas.
3.Meminimalkan tindakan
yang merugikan
Dalam
membantu pemanfaatan sumberdaya hayati dengan perencanaan sedemikian rupa
agar
tetap lestari dan tidak merugikan bila dibandingkan dengan pemanfaatan yang
tidak
direncanakan untuk jangka panjang.
4.Peningkatan
kualitas sumber daya manusia
Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini tidak hanya terbatas
pada aparat lembaga
pemikir dan pengelola lingkungan, melainkan juga kepada
aparat pendidik bahkan LSM serta
masyarakat luas.
5.Pengembangan
peran kelembagaan.
Dilakukan
melalui pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan kependudukan,
lingkungan
hidup, kursus-kursus dan pelatihan.
6.Pengembanan
sistem dan penyebaran informasi kependudukan dan lingkungan hidup.
Tempat untuk melakukan pelestarian sumber daya
hayati dapat dilakukan secara efektif pada sebuah hotspot sumber daya hayati merupakan wilayah dengan tingkat tinggi
spesies endemik. Banyak hotspot
memiliki populasi besar manusia di dekatnya. Hotspot yang tersebar di seluruh dunia yang baik adalah kawasan
hutan dan sebagian besar terletak di daerah-daerah kerana memiliki tingkat
keanekaragaman hayati untuk mendukung dalam jasa ekosistem termasuk peningkatan
kualitas udara, iklim, pemurnian air, penyerbukan, dan pencegahan erosi.
Dalam
membangun sumber daya hayati yang lestari dilakukan pada saat masalah
kependudukan dan lingkungan hidup cenderung menjadi makin luas dan kompleks sejalan
dengan makin pesatnya laju kegiatan pembangunan dan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat khususnya pada pembangunan jangka panjang. peningkatan
kualitas udara, iklim, pemurnian air, penyerbukan, dan pencegahan erosi.
Selain
itu saat terjadi ledakan jumlah penduduk yang memunculkan kelas masyarakat
miskin, yang diikuti dengan merebaknya permukiman kumuh, masalah kesehatan,
gelandangan, kriminalitas, dan berbagai masalah sosial lainnya. Sementara itu,
seiring dengan modernisasi, terjadi pergeseran nilai yang bersifat tradisional
agraris menuju masyarakat era indusrti yang antara lain ditandai dengan
perubahan pranata sosial dan perubahan nilai-nilai sosial. Perpindahan penduduk
dari desa ke kota juga mengakibatkan turunnya ketahanan ekologis perdesaan dan
menaikkan tingkat kerentanan kota.
Cara mengembangkan semua itu dilakukan dengan
sasaran-sasaran yang tepat guna. Sasaran tersebut salah satunya dengan
pembangunan lingkungan yang diarahkan antara lain:
1.Peningkatan pengenalan
jumlah dan mutu sumber daya hayati serta jasa lingkungan yang tersedia.
2.Pemeliharaan kawasan
konservasi
3.Peningkatan sistem
pengelolaan lingkungan
4.Pengendalian
pencemaran, terutama pada daerah padat penduduk dan pembangunan
serta kawasan
industri.
5.Pengendalian kerusakan
pantai.
6.Peningkatan usaha
rehabilitasi lahan kritis.
Dengan memperhatikan sasaran diatas, maka pola pembangunan
kebijakan untuk membangun sumber daya hayati yang lestari dapat diarahkan pada 12
program pokok gagasan pengembangan antara lain :
1.Inventarisasi dan
evaluasi sumber daya hayati dan lingkungan hidup.
2.Prioritas konservasi keanekaragaman hayati yang berbeda
di tingkat lokal, nasional dan internasional.
3.Penyelamatan hutan,
tanah dan air.
4.Pembinaan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
5.Pengendalian
pencemaran lingkungan hidup.
6.Rehabilitasi lahan
kritis.
7.Pembinaan daerah
pantai.
8.Peningkatan dan
perluasan aliansi strategis dalam rangka memperoleh dukungan dan
kekuatan
politik untuk pelestarian lingkungan.
9.Pemberdayaan
masyarakat sadar dan aktif berperan dalam proses pengambilan
keputusan.
10.Pengembangan prinsip “Good Governance” dalam pelestarian
lingkungan hidup di
kalangan pemerintah kabupaten/kota.
11.Peningkatan penaatan melalui penggunaan instrumen hukum dan
instrumen lainnya.
12.Reformasi
kebijaksanaan dan kelembagaan diperlukan untuk menciptakan kondisi agar
peningkatan pendanaan dapat dimanfaatkan secara
efektif.
Rabu, 01 Agustus 2012
MENGAPA NAMA BELAKANG KU "BANI HASYIM"...???
Tengku H. Syekh Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi
adalah Buyut saya atau Ayahnya dari Atok (kakek) saya yang biasa saya panggil
Onyang yang merupakan satu di antara Khalifah Tariqat Naqsabandi yang pernah
memimpin pusat Persulukan Tariqat (Pusat Belajar Agama Islam) di Kampung
Basilam, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Tengku H. Syekh Muhammad Hasyim Al
Kholidi Naqsabandi, dari banyak penuturan wafat di Kampung Kebun Kelapa pada
1928. Ulama kharismatik itu diperkirakan berusia 130 tahun dan dikebumikan di
pemakaman keluarga, kini terletak di Gg. Keluarga Link.01, Kelurahan Tebing
Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. Tengku Muhammad Hasyim dilahirkan di Bandar
Khalifah sekitar tahun 1792 dari keluarga Kerajaan Melayu Padang berpusat di
Tebing Tinggi. Ayahnya bernama Tengku Abdullah, bangsawan dari Kerajaan Johor,
Malaysia. Sedangkan Pak Cik beliau, merupakan Raja Kerajaan Padang ke-12
bernama Raja Tebing Pengeran yang gugur akibat pengkhianatan dalam perang
melawan Kerajaan Bedagai.
Raja Tebing Pangeran dalam literature terbatas,
dikenal sebagai pemberi nama dan pendiri Kota Tebing Tinggi. Di masa
kekuasaannya, berdiri Pelabuhan Sungai di tepian Sungai Padang tepatnya di Muara
Sungai Bahilang. Pangkalan ini diberi nama sesuai dengan nama pendirinya, yakni
Pangkalan Tebing dan namanya berkembang menjadi nama sebuah kota yang menjadi bagian dari salah satu
kota di Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini. Pasca wafatnya Raja Tebing Pengeran,
tampuk kekuasaan Kerajaan Melayu Padang dikendalikan Etnis Simalungun. Gejolak
politik kerajaan itu, telah meminggirkan hak-hak politik dari warga Melayu pesisir,
sehingga banyak di antaranya yang beralih perhatian dengan mendalami agama
Islam dan menjadi ulama. Salah satunya adalah Tengku Muhammad Hasyim yang saat
itu masih berusia muda. Dia mendalami ilmu Tariqat dari aliran Naqsabandiyah di
Basilam, hingga kemudian sempat memimpin Persulukan ini.
Tengku H. Syekh Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi
ini juga memiliki hubungan dengan pendiri Kota Tebing Tinggi Datuk Bandar Kajum
atau dikenal dengan Datuk Punggawa dari Kerajaan Melayu Padang. Datuk Bandar Kajum
yang beristrikan Hj. Fathimah yang merupakan anak pertama dari istri pertama
Hj. Syofiah. Onyang saya ini sempat menunaikan ibadah haji ke Makkah, berlayar
dari Pangkalan Tebing menuju Bandar Khalifah. Dari Bandar Khalifah, jamaah haji
kala itu menyeberang ke Penang, Malaysia dan terus berlayar ke Jeddah.
Pada masa berikutnya, Tengku Muhammad Hasyim kembali
ke kampung halamannya di Kerajaan Melayu Padang dan menetap di Kampung Kebun
Kelapa yang saat ini menjadi salah satu wilayah dari Kota Tebing Tinggi. Beliau
menikah dengan Hj. Syofiah dan mendapat tujuh anak dari isteri pertamanya ini. kemudian beliau juga mempunyai 3 orang isteri lainnya. Salah satu anak dari
Tengku Muhammad Hasyim adalah Atok (kakek) saya (Alm. Abdul Muthalib). Atok saya pun kemudian menikah dan memiliki 2 orang isteri dan salah satu isterinya adalah Nenek Saya (Wan
Fatimah Syam) yang memiliki 3 orang anak salah satunya adalah Ayah Saya (Alm. Abdan). Ayah
saya kemudian menikah dengan wanita keturunan Minang, yaitu Ibu saya (Almh.
Nurhayati Tanjung) dan memiliki 6 orang anak antara lain : Elna Novita Bani Hasyim, Imelda Amelia Bani Hasyim, Deliana Bani
Hasyim, Faisal Bani Hasyim, Saya (Ilmal Bani Hasyim) dan Amal Reza Bani Hasyim.
Sehingga saat ini keluarga saya menjadi bagian dari keturunan Tengku H. Syekh Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi yang masih banyak
memiliki cucu dan cicit lainnya.
Dari daerah Kebun Kelapa inilah menjadi awal dari penyebaran
paham naqsabandiyah ke berbagai wilayah, meliputi kerajaan Padang, Bedagai
hingga ke Kerajaan Serdang. Lima Laras dan Kerajaan Bandar. Beberapa persulukan
sempat dibuka murid-murid Tuan Guru Mhd. Hasyim, di antaranya di Bedagai, Sei
Buluh, Lidah Tanah, Tebing Tinggi dan Bandar Khalifah. Jejak terakhir dari
penyebaran tariqat ini masih terlihat di Lidah Tanah, tepatnya di Kampung
Tengah. Dulu dipimpin Khalifah Adnan dan terakhir ada di Sei Buluh dipimpin oleh
H. Dul Hadi.
Sebutan lain untuk Onyang saya ini adalah Tuan Guru Muhammad
Hasyim, juga membuka persulukan di lahan miliknya. Namun, saat ini persulukan
itu telah lama rubuh dan lahannya kini menjadi area perkebunan ubi, tepat di pinggir
rel kereta api arah Rantau Prapat, di kelurahan Tebing Tinggi. Semasa hidupnya,
Tengku H. Syekh Muhammad Hasyim Al Kholidi Naqsabandi kelebihan sebagai tanda
kedekatannya kepada Allah SWT. Pada banyak keterangan yang saya dapat pada masa
hidupnya, Syekh Muhammad Hasyim ini dikenal dengan doanya yang makbul.
Kelebihan lain yang sempat terekam dalam ingatan keturunannya, adalah kemampuan
Tuan Guru Muhammad Hasyim dalam melihat maksud orang yang datang kepadanya.
Begitu pula dengan kemampuannya melihat masa lalu dan masa depan, sehingga
banyak masyarakat saat itu yang meminta petunjuk padanya.
Dikutip dari berbagai
sumber
Writed by
Ilmal Bani Hasyim
Sabtu, 28 Juli 2012
OPTIMALISASI KEGIATAN PENCARIAN LAHAN AKIBAT TINGGINYA HARGA SEWA LAHAN PADA TANAMAN TEBU SENDIRI (TRK-SU)
Pabrik Gula yang berada di pulau
Jawa merupakan industri yang unik, karena hasil produksi gula berasal dari
tebu, yang luasan tanahnya sebagian tidak sepenuhnya dimiliki oleh pabrik gula. Di pulau Jawa areal tanah yang
ditanami tebu sebagian besar menyewa dari petani, yang berada di sekeliling komplek pabrik gula. Saat
ini harga sewa lahan di beberapa wilayah di Karisidenan Madiun sudah mencapai Rp. 15.000.000 per hektar. Padahal dulu harga sewa hanya sekistar Rp. 10.000.000 hingga Rp. 12.000.000 di lahan yang sama. Tingginya biaya sewa tersebut akibat
ketatnya kompetisi dalam pengunaan lahan.
Selain itu makin banyaknya komoditas pertanian yang menjanjikan pendapatan dan profit lebih baik disertai umur
tanaman yang lebih pendek. Beberapa komoditas
agribisnis tersebut diantaranya adalah komoditas padi dan palawija yang secara relatif hanya memerlukan waktu sekitar 3 - 4 bulan saja
yang setidaknya lebih cepat dipanen dibanding tebu yang harus dikelola selama setahun. Inilah
beberapa faktor di sisi on farm yang
menjadikan lahan sewaan untuk
budidaya tebu tidak lagi memiliki daya saing tinggi terhadap berbagai komoditas
pertanian lainnya.
Pabrik Gula Rejo Agung Baru sampai saat ini masih menggunakan lahan sewaan dari masyarakat untuk kegiatan budidaya tebu sendiri
(TR-KSU) dan KBD
serta tebu yang akan digiling (KTG). Umumnya lahan akan berselang seling ditanami oleh komoditi tebu dan padi secara bergiliran. Untuk mengatasi kekurangan lahan,
Pabrik Gula Rejo Agung Baru mengoptimalkan berbagai pola pencarian
lahan yang sedikit berbeda, khususnya dilakukan
oleh Sinder
Kebun Kepala (SKK), Sinder Kebun Wilayah (SKW) dan Petugas Lapangan Pabrik Gula (PLPG).
Sebenarnya proses mendapatkan lahan sewaan dari petani pada
beberapa puluh tahun lalu tidak mengalami banyak kendala, karena ikatan
hubungan yang istimewa antara petani dengan Pabrik Gula Rejo Agung Baru serta masih
berjalannya program pemerintah yaitu Tebu
Rakyat Intensifikasi (TRI)
yang mewajibkan setiap pemerintah daerah menyediakan lahan yang digunakan untuk
kegiatan budidaya tebu. Dihapuskannya program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dari
pemerintah maka saat ini semakin mempersulit mendapatkan lahan untuk tanaman tebu. Hal ini ditambah lagi dengan kegunaan lahan yang ada sekarang banyak yang telah
mengalami alih
fungsi.
Pencarian
lahan dengan menerapkan penyuluhan secara konvesional, yaitu
dengan
melakukan penyuluhan-penyuluhan di desa-desa dengan Pemerintah/Kepala
Desa dengan melakukan lobi-lobi
untuk meminta dukungan dari Bupati, Camat, dan Lurah tidak lagi dilakukan secara intensif karena mulai tidak
efektif. Saat ini pihak pabrik gula melakukan beberapa metode yang
dianggap lebih mudah dan lebih cepat dalam proses pencarian dan mendapatkan
lahan sewaan.
Pabrik gula saat ini lebih sering melakukan pola
penyuluhan baru yang dilakukan secara praktis yang berbeda dengan cara
sebelumnya. Pihak pabrik
gula lebih sering datang langsung ke rumah-rumah pemilik lahan
(door to door) tanpa kenal waktu
dengan mulai
melakukan kegiatan pendekatan kekeluargaan yang tidak membutuhkan proses
birokrasi yang sulit.
Dengan melakukan
kunjungan ke rumah-rumah petani, pihak Pabrik Gula Rejo Agung Baru juga
sekalian memberikan tawaran kepada petani dengan
cara memberikan kredit yang lebih mudah diakses. Umumnya berupa sewa traktor untuk
pengolahan lahan, pupuk
bersubsidi dan lain sebagainya.
Dengan adanya kredit ini petani diharapkan
tidak menyewakan
lahannya pada pabrik gula yang lainnya. Selain itu juga Pabrik Gula Rejo Agung Baru berani
menyewa lahan dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan pabrik-pabrik
gula di Karisidenan Madiun.
Pabrik Gula Rejo Agung Baru umumnya berani menyewa
lahan hingga mencapai harga maksimal saat ini dibandingkan dengan pabrik gula
yang lain yang hanya berani menyewa lahan dengan harga lama sehingga para
petani lebih tertarik dalam menyewakan
lahannya ke Pabrik Gula Rejo Agung Baru. Fakta
di lapangan, pola
yang diterapkan Pabrik Gula Rejo Agung Baru seperti ini cukup efektif. Terlihat
bahwa didominasinya lahan TRK-SU
dan produksi tebu yang cukup stabil dibanding pabrik-pabrik gula disekitarnya. Hal ini ditandai tidak terjadi pemberhentian
aktivitas pengolahan akibat kekurangan bahan baku tebu.
Writed By
Ilmal Bani Hasyim
Bab Pembahasan Tugas Akhir
Diploma 3 di Politeknik Perkebunan LPP Yogyakarta
Praktek Kerja Lapang III :
Praktek Kerja Lapang III :
"Manajemen Budidaya Tanaman Tebu di PT PG Rajawali I
(RNI Group) Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun"
(RNI Group) Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun"
Writed By
Ilmal Bani Hasyim
Jumat, 27 Juli 2012
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PASOKAN BAHAN BAKU TEBU DARI PETANI TEBU RAKYAT KEMITRAAN (TRK)
Secara umum, ada
dua tipe pengusahaan tanaman tebu. Untuk Pabrik Gula swasta, kebun tebu
dikelola dengan menggunakan manajemen perusahaan perkebunan (estate) yang memiliki lahan HGU (Hak Guna Usaha) untuk pertanaman
tebunya. Untuk Pabrik Gula milik BUMN, sebagian besar tanaman tebunya dikelola oleh rakyat
yang disebut dengan sistem Tebu Rakyat Kemitraan (TRK).
Sistem Tebu Rakyat Kemitraan (TRK) sebagian besar dipilih masyarakat di Karasidenan Madiun menjadi pilihan usahataninya mempertimbangkan
beberapa alasan yaitu, peningkatan pendapatan, kesesuaian lahan, meningkatkan kemampuan,
menambah pengalaman dan lain sebagainya. Petani tebu difungsikan sebagai salah satu pemasok bahan baku untuk pengolahan. Dalam mengelola usahatani tebunya, petani sering dibimbing oleh Petugas
Lapangan dan Sinder Kebun Wilayah selaku pihak pabrik gula.
Sistem bagi
hasil, petani memperoleh sekitar 66% dari produksi gula petani, sedangkan Pabrik
Gula sekitar 34%. Petani tebu di Jawa secara umum didominasi (70%) oleh petani
kecil dengan luas areal kurang dari 1 ha. Proporsi petani dengan areal antara
1-5 ha diestimasi sekitar 20%, sedangkan yang memiliki areal diatas 5 ha,
bahkan sampai puluhan ha diperkirakan sekitar 10%. Bagi petani yang arealnya
luas, sebagian lahan mereka pada umumnya merupakan lahan sewaan.
Dalam mempertahankan usahatani
tebunya, petani menggunakan cara pola perputaran lahan dengan cara menyewakan
lahan yang dimiliki petani dengan potensi lahan yang telah menurun ke pihak pabrik gula dengan harapan mendapatkan uang sewa yang
digunakan untuk mengelola lahan lainnya yang memiliki potensi yang tinggi.
Selain itu petani juga mendapatkan dana ratoon dari pihak Dirjen Perkebunan sebagai dana pinjaman lunak untuk usahatani
tebu yang dimilikinya. Selain itu untuk meningkatkan
daya saing pasokan tebu yang dikelola, petani
tebu melakukan berbagai cara antara lain menanam varietas tebu yang berkualitas
untuk mendapatkan hasil yang maksimal, menggunakan sistem angkut tebu yang baik, dan terus
melakukan komunikasi dengan pihak Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) yang akan terus memantau kualitas dan jumlah pasokan tebu dari
petani.
Berdasarkan
keterangan pendapat dari 3 sample petani di Kabupaten Madiun, yang dapat mempengaruhi pasokan bahan baku tebu dari petani TRK
dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Jarak lokasi kebun tebu ke Pabrik
Gula
Pada hal ini, petani umumnya akan memasok tebu yang dikelolanya berdasarkan pertimbangan jarak
angkutan ke pabrik gula. Petani umumnya akan lebih memilih pabrik yang
berdekatan dengan lokasi kebun yang dimilikinya karena mempertimbangkan biaya
angkut hasil tebangan. Petani akan memilih pabrik yang lebih dekat dengan
lokasi kebun walaupun pabrik gula tersebut mematok harga beli sedikit lebih rendah dibanding dengan pabrik gula yang berada lebih jauh dengan lokasi kebun tetapi dapat membeli tebu petani dengan harga yang sedikit lebih tinggi. Biaya angkut
yang dikeluarkan dengan jarak yang lebih dekat akan impas. Selain itu petani
mempertimbangkan kualitas tebu, dengan
memilih pabrik gula yang lebih dekat maka diharapkan kualitas tebunya tetap
terjaga karena tidak memakan waktu yang lama dalam pengangkutan tebu ke pabrik
gula.
2. Tinggi rendahnya rendemen gula harian
Hal ini akan terlihat secara nyata bahwa pasokan tebu
dari petani akan semakin banyak bila pada saat melakukan kegiatan giling
terjadi peningkatan rendemen sehingga akan menguntungkan petani dengan sistem
bagi hasil yang dilakukan antara pabrik gula dengan petani tebu. Apabila
terjadi penurunan rendemen harian pada sebuah pabrik gula maka petani akan
memilih memasok tebunya ke pabrik gula yang memiliki rendemen yang lebih tinggi
dengan pertimbangan keuntungan yang lebih besar. Ternyata kendala tebu
rakyat yang ada bukan karena ketidakmampuan petani menanam tebu sehingga terkesan
pasokan tebu dari rakyat berkurang untuk pabrik gula tetapi lebih kepada belum
termotivasinya pabrik gula meningkatkan kinerja
instrumen di pabrik dalam meningkatkan rendemen tebu. Para petani kurang
antusias memasok tebunya ke sebuah pabrik gula yang belum bisa menjalin kerja sama yang
saling memuaskan dan menguntungkan antara petani tebu dan pabrik gula,
khususnya cara penentuan rendemen tebu yang ada di pabrik.
3. Pengaruh pola tanam dan giling dalam melayani petani
Berdasarkan agroklimat, khususnya
curah hujan, ada dua kalender pertanaman. Pola I adalah pengolahan tanah
dilakukan mulai bulan April dan penanaman dilakukan pada bulan Mei - Juni. Masa
panen dapat berlangsung pada bulan Mei hingga November. Pola II
adalah pengolahan tanah dilakukan pada September dan penanaman dilakukan pada
bulan Oktober dan November. Untuk pola ini, panen dilakukan pada bulan Oktober
dan November tahun berikutnya. Untuk dapat melakukan jadwal tanam dan
tebang/giling secara baik dengan harapan diperoleh produktivitas tebu dan
rendemen yang tinggi, maka pihak pabrik gula berusaha melakukan kerjasama
dengan kelompok tani dalam menyusun jadwal tanam dan tebang.
Namun demikian, perebutan waktu, khususnya waktu
tebang masih sering menjadi masalah. Para petani mengeluh bahwa mereka sering
tidak mendapat jatah tebang dari pabrik gula yang sesuai dengan harapan mereka. Di sisi lain pihak manajemen pabrik
gula menyebutkan bahwa pabrik gula sudah secara maksimal mengatur jadwal tebang
dan giling untuk memaksimalkan potensi secara keseluruhan. Keterbatasan kapasitas pabrik gula yang tidak bisa memenuhi harapan seluruh petani pada puncak giling mengakibatkan banyak petani
yang lebih memilih pabrik gula lain sebagai tempat pasokan tebunya.
4. Tinggi rendahnya harga gula
Harga gula di tingkat petani sering diatur oleh pemerintah dengan menetapkan sejenis
harga dasar. Pada saat ini, harga dasar tersebut dimodifikasi menjadi harga
talangan, sejenis harga minimum yang dijamin oleh investor (pihak swasta). Jika
harga gula petani melalui lelang lebih tinggi dari harga talangan, maka kelebihan
tersebut dibagi antara petani dengan investor dengan pembagian 50% untuk petani
dan 50% untuk investor. Sebaliknya apabila harga rendah maka akan mengakibatkan
penurunan jumlah usahatani tebu sehingga otomatis bahan pasokan tebu ke pabrik
gula akan berkurang karena petani akan lebih memilih usahatani lain yang lebih menguntungkan.
5. Intensifnya kegiatan impor Gula Rafinasi dalam skala besar
Dalam mulai sulitnya mencari lahan
tebu di pulau Jawa, saat ini pun mulai banyak
munculnya pembangunan pabrik gula rafinasi, maka peran pengawasan pemerintah
menjadi sangat penting. Kegiatan yang perlu diawasi adalah agar
pabrik-pabrik gula yang ada di pulau Jawa tidak mengubah kegiatan pengolahan
tebu mereka menjadi kegiatan pengolahan tebu berbasis rafinasi. Hal tersebut akan
menabrak kebiasaan yang ada dan harus tetap memprioritaskan menggiling
tebu petani.
Dikhawatirkan banyaknya kegiatan impor gula rafinasi mengakibatkan nasib tebu petani jadi terlantar dan bahkan merugi. Jika tidak ditahan laju pertumbuhannya dan berkembangnya akan banyak pabrik gula yang awalnya adalah pabrik gula dengan sistem konvensional berubah menjadi pabrik gula berbasis rafinasi sehingga akan bisa mengkhawatirkan nasib petani tebu dan pasokan tebunya. Dari sini peran pemerintah menjadi sangat dominan untuk kepentingan semua pihak baik petani, konsumen maupun pabrik gula itu sendiri. Seharusnya pabrik - pabrik gula yang sudah ada sekarang memang perlu diproteksi keberadaannya agar tidak terlalu cepat mengubah sistem pengolahannya karena disamping sudah puluhan bahkan ratusan tahun berdiri, juga karena menyangkut nasib ribuan bahkan ratusan ribu petani yang akan berpengaruh pada keberadausahatani tebu dan pasokan tebunya. Pabrik - pabrik gula di pulau Jawa yang secara historis sudah berpengalaman ratusan tahun dalam industri gula agar dapat memaksimalkan kekuatan pengalaman yang sudah dimiliki.
Disamping itu harus tetap lebih kreatif dalam menciptakan terobosan-terobosan baru untuk mengimbangi peningkatan pola kearah langkah - langkah strategis dan inovatif untuk meningkatkan dan menjaga hubungan baik dengan petani tebu dengan pembenahan kualitas rendemen serta peningkatan efisiensi pabrik maupun manajemennya. Untuk program revitalisasi pabrik gula di Jawa seharusnya tidak hanya difokuskan kepada penggantian mesin, sistem pengolahan gula dan peningkatan kapasitas saja tetapi juga harus dilihat situasi dan kondisi yang berkembang ditengah masyarakat.
Dikhawatirkan banyaknya kegiatan impor gula rafinasi mengakibatkan nasib tebu petani jadi terlantar dan bahkan merugi. Jika tidak ditahan laju pertumbuhannya dan berkembangnya akan banyak pabrik gula yang awalnya adalah pabrik gula dengan sistem konvensional berubah menjadi pabrik gula berbasis rafinasi sehingga akan bisa mengkhawatirkan nasib petani tebu dan pasokan tebunya. Dari sini peran pemerintah menjadi sangat dominan untuk kepentingan semua pihak baik petani, konsumen maupun pabrik gula itu sendiri. Seharusnya pabrik - pabrik gula yang sudah ada sekarang memang perlu diproteksi keberadaannya agar tidak terlalu cepat mengubah sistem pengolahannya karena disamping sudah puluhan bahkan ratusan tahun berdiri, juga karena menyangkut nasib ribuan bahkan ratusan ribu petani yang akan berpengaruh pada keberadausahatani tebu dan pasokan tebunya. Pabrik - pabrik gula di pulau Jawa yang secara historis sudah berpengalaman ratusan tahun dalam industri gula agar dapat memaksimalkan kekuatan pengalaman yang sudah dimiliki.
Disamping itu harus tetap lebih kreatif dalam menciptakan terobosan-terobosan baru untuk mengimbangi peningkatan pola kearah langkah - langkah strategis dan inovatif untuk meningkatkan dan menjaga hubungan baik dengan petani tebu dengan pembenahan kualitas rendemen serta peningkatan efisiensi pabrik maupun manajemennya. Untuk program revitalisasi pabrik gula di Jawa seharusnya tidak hanya difokuskan kepada penggantian mesin, sistem pengolahan gula dan peningkatan kapasitas saja tetapi juga harus dilihat situasi dan kondisi yang berkembang ditengah masyarakat.
Bab Aspek Khusus Tugas Akhir
Diploma 3 di Politeknik Perkebunan LPP Yogyakarta
Praktek Kerja Lapang III :
Praktek Kerja Lapang III :
"Manajemen Budidaya Tanaman Tebu di PT PG Rajawali I
(RNI Group) Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun"
(RNI Group) Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun"
Writed By
Ilmal Bani Hasyim
Langganan:
Postingan (Atom)